Belakangan ini, politisi Indonesia seringkali mendapatkan
stigma kurang baik dari masyarakat. Meskipun mungkin hanya dilakukan oleh oknum
tertentu, perilaku negatif para politisi di tanah air ini seolah telah
menjauhkan mereka dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak sedikit juga
politisi yang memperhatikan nasib masyarakat kelas menengah ke bawah, salah
satunya adalah Fayakhun Andriadi.
Fayakhun pernah memberikan kritik yang cukup tajam mengenai pola pemerintahan
yang dijalankan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Fauzi Bowo selaku Gubernaur
DKI Jakarta waktu itu dianggap kurang memperhatikan nasib kaum termarjinalkan.
Dalam hal ini pengemis, terutama yang masih berada di bawah umur.
Dalam sebuah tulisannya di kompasiana.com, politisi muda
yang juga Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta ini menyatakan bahwa di dalam
Negara hukum yang demokratis layaknya Indonesia, hak-hak anak sejatinya
dilindungi oleh undang-undang. Untuk itulah perlindungan terhadap individu
merupakan tugas Negara, dan perlindungan individu ini tentu saja tak terkecuali
anak-anak. Karena inilah yang disebut sebagai equality before the law. Hak
asasi anak merupakan bagian dari hak asasi yang termuat dalam
Undang-Undang Dasar 45 dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak Yaitu
Deklarasi Hak Asasi Anak (Declaration of the right of the child)
yang telah diratifikasi melalui keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Hak-Hak Anak. Yang memuat empat hal: Hak hidup; Hak kelangsungan hidup/tumbuh kembang
baik fisik maupun mental; Kepentingan terbaik anak (adopsi atau perceraian);
Hak partisipasi/mengemukakan pendapat. Sehingga jelaslah bahwa pemerintah
daerah dalam hal ini Gubernur Fauzi Bowo tidak hanya berkewajiban untuk
menertibkan para pengemis dan anak jalanan ibukota, tapi juga memberikan
jaminan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya.
Fauzi Bowo juga berkewajiban untuk mengajak dan mengatur
warganya agar mampu menempatkan toleransi dengan tepat dalam konteks keberadaan
pengemis dan anak jalanan. Dengan tidak memberikan kesempatan kepada para
pengemis untuk menjadikan jalanan ibukota sebagai kehidupan alternatif untuk
bertahan hidup. Fauzi Bowo juga semestinya segera memberikan solusi dan aksi
terhadap lemahnya implementasi hukum yang diterbitkan untuk mengentaskan para
pengemis dan anak jalanan. Baik dari sisi pemahaman warga masyarakat maupun
sisi penegakkan hukum (law imporcement). Melakukan pembiaran atas maraknya
pengemis anak-anak di Jakarta, sesungguhnya Fauzi Bowo telah melakukan pelanggaran
atas UUD 1945. Jelas di pasal 34 tercantum bahwa fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh Negara.