Jumat, 12 Mei 2017

Fayakhun Andriadi dan Kritiknya terhadap DKI Jakarta



http://www.trendezia.com/Belakangan ini, politisi Indonesia seringkali mendapatkan stigma kurang baik dari masyarakat. Meskipun mungkin hanya dilakukan oleh oknum tertentu, perilaku negatif para politisi di tanah air ini seolah telah menjauhkan mereka dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak sedikit juga politisi yang memperhatikan nasib masyarakat kelas menengah ke bawah, salah satunya adalah Fayakhun Andriadi. Fayakhun pernah memberikan kritik yang cukup tajam mengenai pola pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Fauzi Bowo selaku Gubernaur DKI Jakarta waktu itu dianggap kurang memperhatikan nasib kaum termarjinalkan. Dalam hal ini pengemis, terutama yang masih berada di bawah umur.
Dalam sebuah tulisannya di kompasiana.com, politisi muda yang juga Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta ini menyatakan bahwa di dalam Negara hukum yang demokratis layaknya Indonesia, hak-hak anak sejatinya dilindungi oleh undang-undang. Untuk itulah perlindungan terhadap individu merupakan tugas Negara, dan perlindungan individu ini tentu saja tak terkecuali anak-anak. Karena inilah yang disebut sebagai equality before the law. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 45 dan Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak Yaitu Deklarasi Hak Asasi Anak (Declaration of the right of the child) yang telah diratifikasi melalui keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Hak-Hak Anak. Yang memuat empat hal: Hak hidup; Hak kelangsungan hidup/tumbuh kembang baik fisik maupun mental; Kepentingan terbaik anak (adopsi atau perceraian); Hak partisipasi/mengemukakan pendapat. Sehingga jelaslah bahwa pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Fauzi Bowo tidak hanya berkewajiban untuk menertibkan para pengemis dan anak jalanan ibukota, tapi juga memberikan jaminan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya.
Fauzi Bowo juga berkewajiban untuk mengajak dan mengatur warganya agar mampu menempatkan toleransi dengan tepat dalam konteks keberadaan pengemis dan anak jalanan. Dengan tidak memberikan kesempatan kepada para pengemis untuk menjadikan jalanan ibukota sebagai kehidupan alternatif untuk bertahan hidup. Fauzi Bowo juga semestinya segera memberikan solusi dan aksi terhadap lemahnya implementasi hukum yang diterbitkan untuk mengentaskan para pengemis dan anak jalanan. Baik dari sisi pemahaman warga masyarakat maupun sisi penegakkan hukum (law imporcement). Melakukan pembiaran atas maraknya pengemis anak-anak di Jakarta, sesungguhnya Fauzi Bowo telah melakukan pelanggaran atas UUD 1945. Jelas di pasal 34 tercantum bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.